News  

Makanan atau Obat? Pilihan Sulit Bagi Orang Argentina yang Sakit di tengah Krisis

Di apotek-apotek di Argentina yang dilanda krisis, banyak orang hanya melihat harga kemasan obat, lalu mengembalikannya ke rak.

Bahkan resep antibiotik dan pengobatan jangka panjang sudah mulai terabaikan di negara dengan tingkat inflasi tahunan melebihi 250 persen. Fenomena itu menunjukkan bahwa layanan kesehatan menjadi sesuatu yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang.

“Antara makan dan membeli obat, orang memilih untuk makan,” kata apoteker Marcela Lopez kepada AFP dari belakang konternya di ibu kota, Buenos Aires.

Penjualan obat-obatan di negara tersebut turun 10 juta unit — baik dalam botol atau kotak — pada Januari, menurut asosiasi apoteker Ceprofar. Lebih dari dua pertiganya adalah obat resep.

Seorang pedagang kaki lima menjual koran yang menampilkan pelantikan Presiden Argentina Javier Milei sehari sebelumnya di Buenos Aires, Argentina, Senin, 11 Desember 2023. (Foto: AP)

Pasien yang merasa putus asa juga merasa bahwa sistem kesehatan masyarakat telah meninggalkan mereka, terutama karena banyaknya obat-obatan yang tidak tersedia sejak Presiden Javier Milei mulai menjabat pada Desember. Milei memerintahkan dilakukannya audit sebagai bagian dari upaya pemerintah memangkas pengeluaran.

Viviana Bogado, seorang juru masak berusia 53 tahun, mengatakan dia harus memilih antara pengobatan untuk kolesterolnya dan antibiotik atau makanan khusus untuk putranya yang berusia 16 tahun, Daniel, untuk mengatasi bakteri usus.

Dan pilihannya jatuh pada kebutuhan putranya.

Sejak Milei yang menganut paham anarko-kapitalis mengambil alih kekuasaan, harga obat-obatan melonjak 40 persen di atas inflasi, yaitu sebesar 254 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

Pada saat yang sama, tingkat kemiskinan mencapai hampir 60 persen di negara yang gaji minimumnya setara dengan $200.

Pejalan kaki melewati tempat penukaran uang di Buenos Aires, Argentina, 10 Oktober 2023. (Foto: AP)

Pejalan kaki melewati tempat penukaran uang di Buenos Aires, Argentina, 10 Oktober 2023. (Foto: AP)

Menurut Ruben Sajem, Direktur Ceprofar, telah terjadi kesepakatan antara laboratorium dan pemerintahan sebelum pemerintahan Milei untuk mempertahankan harga obat-obatan tetap rendah.

Namun hal itu tidak lagi digubris.

Tak Ada Uang

Para apoteker mengatakan banyak pasien kronis terpaksa mengurangi dosis resep mereka untuk mencoba menghemat uang.

“Ini tidak menguntungkan pasien. Cepat atau lambat kesehatan mereka akan memburuk dan semuanya akan memakan biaya lebih banyak, bahkan untuk sistem kesehatan (masyarakat),” kata Sajem.

Yang paling terkena dampaknya adalah warga pensiunan Argentina dan pekerja di sektor informal, yang menguasai 40 persen pasar tenaga kerja.

Dana pensiun negara mengalami devaluasi tiga tahun ke tahun pada Februari, sehingga menyulitkan orang-orang seperti Graciela Fuentes, 73 tahun, yang mengalami kesulitan dalam mengobati radang sendi yang dideritanya.

Negara memberi para pensiunan beberapa obat-obatan secara gratis, yang lain dengan harga bersubsidi.

“Saya menggunakan lima obat: dua di antaranya saya dapatkan secara gratis, saya mengeluarkan 85.000 peso per bulan (sekitar $100) — hampir seperempat dari pensiun saya. Tidak ada uang,” kata Fuentes.

Fabian Furman, kepala bank obat-obatan komunitas yang dijalankan oleh sebuah yayasan Yahudi, mengatakan kepada AFP bahwa ada peningkatan besar dalam permintaan pengobatan gratis. [ah/ft]

Sumber: www.voaindonesia.com