News  

Volkswagen akan Bangun Ekosistem Baterai EV di Indonesia

Volkswagen akan membangun ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia dan akan bermitra dengan perusahaan tambang Vale, produsen mobil Ford dan produsen mineral baterai China Zhejiang Huayou Cobalt, kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)Bahlil Lahadalia.

Pengumuman itu disampaikan Bahlil, Minggu (16/4), menyusul ramainya pemberitaan bahwa para produsen mobil asing sedang berusaha mendekati Indonesia untuk memperoleh bahan baku yang akan digunakan dalam memproduksi baterai EV.

Baterai EV yang harganya mencapai sekitar 40% dari harga kendaraan sangat menentukan dalam produksi kendaraan listrik. Banyak produsen mobil ingin memperoleh bahan-bahannya dari Indonesia dalam upaya untuk memangkas biaya dan menyaingi Tesla, produsen terdepan EV.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. (Foto:VOA)

Menteri Bahlil Lahadalia mengatakan pada hari Minggu bahwa Volkswagen, produsen mobil terbesar di Eropa, akan bekerja sama dengan Vale, Ford, Huayou, penambang Perancis Eramet dan beberapa perusahaan Indonesia seperti Merdeka Gold Copper, perusahaan induk Merdeka Battery, dan perusahaan energi Kalla Group.

Kemitraan tersebut akan terdiri dari usaha patungan dan pasokan bahan baku, kata Bahlil dalam pernyataan video dari Jerman, di mana delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo menghadiri pameran industri Hannover Messe dan bertemu dengan para perwakilan perusahaan termasuk raksasa kimia Jerman BASF, Eramet dan Volkswagen.

“Indonesia adalah negara yang penting dan menarik dalam hal bahan baku dan kami melakukan perbincangan positif dengan pemerintah dan pemasok,” kata Volkswagen dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, Bahlil mengatakan BASF juga telah menyatakan minatnya untuk membangun pabrik yang memproduksi bahan baterai, bermitra dengan Eramet, di Provinsi Maluku Utara, dengan total investasi sekitar $2,6 miliar.

BASF dan Eramet saat ini bersama-sama sedang mengevaluasi pengembangan kompleks pemurnian hidrometalurgi nikel dan kobalt di Indonesia, seperti yang diumumkan pada tahun 2020, dan detailnya akan diumumkan setelah penilaian itu selesai, kata BASF dalam tanggapan melalui email.

Bahlil mengatakan minat investasi dari perusahaan-perusahaan Eropa akan menghilangkan kekhawatiran bahwa manajemen tambang Indonesia “tidak mengikuti standar internasional.”

Jokowi, mengatakan kepada Reuters bulan lalu bahwa Indonesia akan meningkatkan pemantauan standar lingkungan untuk penambangan nikel, di tengah kekhawatiran atas dampak produksi logam tersebut.

Segenggam bijih nikel di pabrik tambang nikel PT Vale Tbk, dekat Sorowako, 8 Januari 2014. (Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad)

Segenggam bijih nikel di pabrik tambang nikel PT Vale Tbk, dekat Sorowako, 8 Januari 2014. (Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad)

Ford, Eramet, Kalla Group, Huayou, dan Merdeka Gold Copper tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. PT Vale Indonesia juga menolak berkomentar.

Indonesia yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia berusaha mengembangkan hilirisasi industri logam yang pada akhirnya bertujuan untuk memproduksi baterai dan kendaraan listrik.

Bulan lalu, Ford F.N menandatangani investasi pertamanya di Indonesia dengan bergabung dengan Vale Indonesia dan Huayou di pabrik pengolahan nikel senilai $4,5 miliar di Sulawesi Tenggara.

Volkswagen bulan lalu mengatakan berencana untuk menginvestasikan 180 miliar euro ($193 miliar) selama lima tahun di berbagai bidang termasuk produksi baterai dan sumber bahan baku. [ab/uh]

Sumber: www.voaindonesia.com