News  

Bali Berencana Terapkan Pungutan bagi Wisatawan Asing

Mulai tahun depan, wisatawan asing yang masuk ke Bali harus membayar Rp150 ribu atau sekitar US$10. Pengamat melihat, ini menjadi salah satu cara menekan potensi masalah karena datangnya turis berkantong cekak.

Rencana penetapan pungutan wajib itu dipaparkan Kepala Dinas Pariwisata provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun dalam penjelasan mingguan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Senin (17/7). Dana yang terkumpul dari pungutan ini, sepenuhnya akan dipakai untuk sektor budaya dan pariwisata Bali.

“Adalah untuk bagaimana kita sama-sama menjaga Bali dari sisi budayanya, lingkungan dan bagaimana tradisi yang ada di Bali, termasuk di dalamnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan daripada kepariwisataan itu sendiri,” kata Pemayun.

Kepala Dinas Pariwisata provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun memaparkan rencana pungutan bagi wisatawan asing yang diterapkan 2024. (foto: screenshot)

Pemayun mengatakan, selama ini sebenarnya Bali telah menetapkan pungutan kepada wisatawan asing, namun bersifat sukarela. Tahun ini, setelah UU 15/2023 tentang Provinsi Bali disahkan, pemerintah daerah memiliki dasar hukum kuat untuk menetapkan pungutan. Bersama DPRD Bali, sebuah Peraturan Daerah (Perda) khusus mengenai pungutan ini sedang digodog.

“Dasar kami mengusulkan itu adalah bagaimana Bali menjaga budaya alam dan lingkungannya biar lebih berkelanjutan,” tambah Pemayun.

Menurut Pemayun, mekanisme pembayaran elektronik dipilih untuk skema ini, dengan proses yang harus selesai sebelum wisatawan asing sampai di Bali.

Tahun 2022, Bali dikunjungi lebih dari 2,3 juta wisatawan asing. Sedangkan tahun ini, target kunjungannya naik hingga 5 juta wisatawan. Jika tren kenaikan terus terjadi, dengan besaran pungutan Rp150 ribu, potensi penambahan pendapatan Bali mencapai antara Rp700 miliar sampai Rp900 miliar setahun.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno memberi penjelasan mingguan sektor pariwisata, Senin (17/7). (Foto: screenshot)

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno memberi penjelasan mingguan sektor pariwisata, Senin (17/7). (Foto: screenshot)

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno menilai, tujuan pungutan ini baik, yaitu agar wisatawan mancanegara yang datang ke Bali turut melestarikan budaya, alam, adat dan budaya.

“Ini sedang kami diskusikan. Sedang kami telaah, dan nanti setelah mendapatkan kekuatan hukumnya, baik itu melalui Perda maupun melalui regulasi lainnya, tentunya akan disosialisasikan. Saat ini, kita minta masukan dari semua pihak,” ujar Sandi.

Dia juga menambahkan, “Saya pribadi, karena Bali ini menjadi tumpuan pariwisata Indonesia, kita harus pastikan bahwa Bali ini adalah destinasi wisata yang berkualitas, berbasis budaya, bermartabat tapi berkelanjutan.”

Tahun ini Indonesia menargetkan kunjungan wisatawan asing lebih dari 8 juta orang, dan Bali berperan memenuhi separuh dari target itu.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikumpulkan melalui Passenger Exit Survey 2022 menunjukkan, Bali memegang 46,72 persen dari seluruh kunjungan wisatawan asing ke Indonesia. Eropa menjadi sumber wisatawan asing tertinggi ke Bali dengan 32 persen, sedangkan kawasan Oseania menyumbang 24 persen.

Wilayah lain yang berada di bawah Bali sebagai tujuan kunjungan wisata adalah Jakarta dengan 13,03 persen dan Kepulauan Riau sebesar 11,81 persen dari total wisatawan asing yang masuk ke Indonesia.

Bali Lakukan Berbagai Pembenahan

Pengamat pariwisata yang juga guru besar Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), Denpasar, Bali, Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana menilai, penerapan pungutan Rp 150 ribu ini juga salah satu upaya memilah calon wisatawan dan menjadi bentuk kepedulian wisatawan asing sendiri, terhadap budaya Bali.

“Itu salah satunya menyeleksi wisatawan yang berkelas yang masuk Bali. Karena kita takutnya, wisatawan yang datang itu tidak punya bekal yang cukup. Mengemis di jalan, mereka sering mabuk, berkelahi di antara mereka, itu yang terjadi,” ujarnya ketika berbicara kepada VOA.

Perempuan Bali dalam pakaian tradisional membawa sesajen di kepala mereka pada parade untuk menandai Pesta Kesenian Bali di Bali, Jumat, 13 Juni 2014. (AP/Firdia Lisnawati)

Perempuan Bali dalam pakaian tradisional membawa sesajen di kepala mereka pada parade untuk menandai Pesta Kesenian Bali di Bali, Jumat, 13 Juni 2014. (AP/Firdia Lisnawati)

Karena itulah, Raka Suardana mendukung sepenuhnya rencana penetapan pungutan tersebut.

Di sisi lain, Raka Suardana menyebut, Bali mengalami banyak persoalan semenjak kebijakan bebas visa bagi wisatawan asing diterapkan. Kasus kekerasan di jalan, pelanggaran lalu lintas, pelanggaran ketertiban meningkat. Demikian pula, dalam beberapa waktu terakhir, tindakan wisatawan asing yang tidak menghormati budaya dan kepercayaan masyarakat Bali, terus terjadi. Dia memberi contoh, bagaimana buruknya perilaku wisatawan asing di gunung atau pohon yang dianggap suci. Selain itu, wisatawan asing yang berkantong cekak juga mencari nafkah di Bali dalam berbagai profesi yang jelas melanggar aturan.

Pencabutan fasilitas bebas visa bagi wisatawan asing dari negara tertentu, dipercaya mengurangi persoalan. Mulai Juni lalu, Gubernur Bali juga mengeluarkan Surat Edaran tentang pedoman perilaku wisatawan asing. Langkah-langkah itu diambil untuk mengembalikan kualitas wisata Bali sendiri.

Khusus terkait pedoman perilaku, Raka Suardana merekomendasikan penerapan aturan pemakaian pemandu, di lokasi-lokasi suci untuk masyarakat Bali. Regulasi tertulis sama sekali tidak cukup.

“Wisatawan asing harus didampingi orang lokal di tempat-tempat ini, kalau hanya pedoman perilaku saja tidak cukup. Misalnya, ada wisatawan asing mau kencing di lokasi tertentu, kalau ada orang lokal, dia bisa memberi peringatan,” papar Raka Suardana.

Berbagai pengaturan ini tentu menimbilkan penambahan anggaran bagi wisatawan asing.“Itu pasti dampaknya ke soal budget. Tetapi saya kira, hal itu tidak akan menjadi masalah bagi wisatawan asing,” ujar Raka Suardana. [ns/em]

Sumber: www.voaindonesia.com