News  

Penggunaan Mata Uang Masing-Masing Negara ASEAN Tidak Perlu Dikaitkan dengan Dukungan Rusia

Rusia mendukung upaya negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat penggunaan mata uang lokal di kawasan dan mengurangi ketergantungan pada mata uang internasional, terutama dolar Amerika guna menghindari dampak luas krisis ekonomi global. Rusia juga menyatakan siap untuk kerja sama praktis dengan ASEAN buat mempromosikan pemakaian mata uang lokal ASEAN.

Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada pekan lalu dalam pertemuan para menteri luar negeri ASEAN dengan Lavrov di Jakarta, di sela pertemuan ARF (Forum Regional ASEAN).

Menanggapi hal itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada VOA mengatakan penggunaan mata uang masing-masing negara-negaara ASEAN sebaiknya tidak perlu dikaitkan dengan pernyataan Lavrov karena rencana itu upaya yang sudah lama dilakukan.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menghadiri pembukaan Pusat Diplomasi Rakyat Nasional Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Moskow pada 30 Juni 2023. (Foto: AFP)

Dia menambahkan ketika terjadi krisis keuangan pada 1998, negara-negara ASEAN sudah langsung menggunakan mata uang masing-masing untuk melakukan transaksi dengan tujuan memastikan stabilitas keuangan.

“Kalau sekarang kemudian lebih diarahkan pada transaksi perdagangan, tentunya itu sesuatu yang baik. Tidak sepatutnya dikaitkan dengan pertentangan pada skala global karena tentunya ASEAN memiliki sisi pandangan dan mekanisme yang tersendiri. Artinya apabila ini baik untuk ASEAN, itu tentunya suatu proses yang akan ditempuh,” kata Faizasyah.

Faizasyah tidak dapat menjelaskan sejauh mana perkembangan transaksi yang dilakukan negara-negara ASEAN menggunakan mata uang lokal ASEAN karena hal tersebut merupakan domain kementerian keuangan. Namun dia mengakui penggunaan mata uang lokal dapat lebih memudahkan dan meningkatkan transaksi perdagangan intra ASEAN.

Dijatuhi Sanksi karena Invasi Ukraina, Rusia Gencar Kampanye Dedolarisasi

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai dukungan Rusia pada negara-negara ASEAN atas penggunaan mata uang nasional berkaitan dengan saksi yang diberikan Amerika, Eropa dan sejumlah negara terhadap Rusia karena melakukan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Sanksi itu mencakup pembekuan transaksi dengan mata uang rubel, dengan cara memutus penukaran uang antar lembaga keuangan lintas negara atau Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication atau SWIFT.

Eko menilai dukungan Rusia ini tidak memberikan dampak yang besar bagi penggunaan mata uang masing-masing negara-negara ASEAN. Pasalnya masing-masing negara anggota ASEAN sendiri masih memiliki ketergantungan yang tinggi pada dolar. Sementara kerjasama negara-negara ASEAN dengan Rusia tidak terlalu besar.

“Tidak akan sangat besar karena kayak beberapa negara mempertimbangkan peran Amerika Serikat, misalkan dengan Vietnam bisa dengan beberapa negara bisa, tapi kemudian dengan Siangapur, nah saya tidak yakin itu,” kata Eko.

Uang kertas dolar AS di Ankara, Turki 11 November 2021. (Foto: REUTERS/Cagla Gurdogan)

Uang kertas dolar AS di Ankara, Turki 11 November 2021. (Foto: REUTERS/Cagla Gurdogan)

Penggunaan Mata Uang Sendiri Dinilai akan Perkuat Transisi Perdagangan ASEAN

Di sisi lain Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan penggunaan mata uang masing-masing negara anggota ASEAN dalam melakukan transaksi memang harus diperkuat karena sedianya akan meningkatkan perdagangan di kawasan Asia Tenggara.

“Kalau ketergantungan terhadap dolar itu bisa dikurangi, maka hal ini bisa menekan risiko ekonomi yang disebabkan oleh volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar yang selama ini kita hadapi dan banyak negara juga,” ujar Faisal.

Secara parsial, lanjut Faisal, Indonesia sudah melakukan hal ini ke beberapa negara ASEAN, yang disebut local guarantee settlement, yakni dengan tiga negara ASEAN, termasuk Malaysia dan Thailand, tetapi secara bilateral bukan regional.

Ia belum dapat memperkirakan dampak penggunaan mata uang masing-masing negara anggota ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara. Contohnya adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang sudah terbentuk sejak 2015, terbukti masih belum mampu menggenjot transaksi intra ASEAN secara signifikan; yang terjadi justru peningkatan transaksi negara-negara ASEAN dengan China.

Faisal mengakui memakai mata uang masing-masing negara ASEAN dalam bertransaksi lebih mudah ketimbang membuat mata uang tunggal ASEAN. Ini dikarenakan ASEAN hanya dipayungi oleh sebuah sekretariat, sangat berbeda dengan Uni Eropa yang memiliki parlemen bersama.

Dari segi mata uang lokal, nilai terkuat adalah dolar Singapura. Sementara nilai mata uang lokal terlemah adalah rupiah Indonesia dan dong Vietnam.

Rusia telah menggaungkan wacana dedolarisasi dalam organisasi BRICS. Aliansi yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan itu merupakan penghasil 50 persen gandum dan beras dunia. BRICS juga pemilik 15 persen cadangan emas di planet ini.

Rusia pernah mengusulkan mata uang baru yang akan berbasis pada emas. Kesepakatan tentang mata uang baru tersebut akan disahkan dalam pertemuan negara-negara anggota BRICS bulan depan. [fw/em]

Sumber: www.voaindonesia.com